Pesan dari Pesantren untuk Santri di Masa Liburan

Santri ?  “Bukan yang mondok saja, tapi siapapun yang berakhlak santri dia lah santri” begitu kiranya ucap Gus Mus. Desember adalah bulan yang identik dengan liburan, begitu pula dengan santri. Biasanya mayoritas Pondok Pesantren meliburkan kegiatan. Di saat itu pula para santri akan pulang ke kampung halaman masing-masing.

Libur bukan berarti berhenti, melainkan jeda atau tanda koma terhadap jadwal pengajian yang disusun sedemikian rupa di pondok pesantren. Adapun dalam kehidupan sehari-hari, maka santri tetap harus memegang erat identitas santri. Menurut Hidayatullah “Meskipun ada acara penutupan pengajian (sehingga meliburkan kegiatan pesantren), akan tetapi kita harus senantiasa mengaji di setiap waktunya”

Ada beberapa pesan dari KH. Ali Munir, M. S. I (Pengasuh Pondok Pesantren YPMI Al-Firdaus, Semarang) untuk santri saat liburan, sebagaimana berikut :

  1. Jangan Melupakan Identitas Santri,

Bagi yang pulang ke kampung halaman saat liburan, maka identitas santrinya harus tetap dijaga. Identitas santri yang paling utama adalah etika atau akhlak. Maka jangan sampai seorang santri di cap dengan orang yang “gaada akhlak“. Adapun bagi yang menetap di pondok pesantren, alangkah baiknya untuk memanfaatkan waktu dan  fasilitas yang ada. Sehingga identitas santrinya tidak hilang, yakni identitas santri yang berdasarkan Hadis Nabi SAW :

من حسن اسلام المرء تركه  ما لا يعنيه

Artinya : ” Diantara tanda baiknya Islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya” HR. Tirmidzi

Jadi, Masih mau mager atau malas malasan saat liburan? Yoh, aktif dan produktif !

  1. Selalu Berfikir

Selalu memanfaatkan akal untuk berpikir dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Karena akal adalah amanah khusus yang diberikan Allah kepada manusia, maka harus memanfaatkannya dengan baik. Contoh berpikir dalam hal ini adalah “saya siapa? Saya adalah santri dan mahasiswa. Ketika saya memiliki status itu, apakah saya pantas berbuat A? , apakah saya pantas melakukan B?  dan lain-lain“. Al-Qur’an juga sering menyinggung manusia mengenai akal, misalnya adalah redaksi “afala tatafakkarun (apakah kami tidak memikirkan), Afala ya’qilun (apakah kau tidak menggunakan akalmu?), afala yatadabbarun (apakah kalian tidak merenungkan atau memikirkan), dan lain sebagainya”. Ayat-ayat yang menyinggung fungsi dari akal ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi santri agar selalu berpikir sebelum melakukan sesuatu. Fakkir qobla an ta’mal !!!!

Selain itu, Prof. Dr. H. Musahadi, M. Ag (Ketua Yayasan Pembina Mahasiswa Islam) menyampaikan bahwa identitas santri yang paling utama adalah banyak berdoa dan tekun dalam berusaha. Jika keduanya dilaksanakan, insyaallah santri akan menjadi sukses dan barokah ilmunya. Pesan beliau “kalau kegiatan pesantren libur, maka identitas santri jangan sampai libur juga, baik dalam kegiatan (selalu mengaji dan belajar dalam kehidupan sehari-hari) ataupun penampilan”. Kemudian beliau mengutip maqolah Imam Ghazali :

لا خير في خير لا يدوم بل شر لا يدوم خير من خير لا يدوم

Artinya : “Tidak ada kebaikan dalam hal baik yang tidak konsisten/istiqomah. Akan tetapi keburukan yang tidak diteruskan itu lebih baik daripada kebaikan yang tidak konsisten/istiqomah”.

(Penulis mendapati maqolah ini dalam kitab Ihya’ ‘Ulum ad-Din, bab Muroqobah wa Muhasabah, halaman 382)

Dari keterangan ini, mana yang lebih baik antara “mantan preman” dan “mantan kiai” ?. Tentu pembaca bisa memahami dan menganalogikannya.

Khoirul Anwar, M. Ag (Wakil dekan ll FEBI UIN Walisongo Semarang) sebagai pengisi materi dalam penutupan pengajian YPMI alFirdaus, beliau berkesimpulan bahwa Santri itu harus memiliki 4 hal penting  yaitu :

Iman yang Kuat

Dengan iman yang kuat, santri akan mampu hidup dengan enjoy dan tenang dalam situasi apa pun, tidak goyah menjalani hidup di masa yang serba amburadul ini, dan tidak terlena saat mendapatkan kesenangan atau nikmat.

Cinta Terhadap Ilmu

Nabi SAW bersabda :

كن عالما او متعلما او مستمعا او محبا، ولا تكن خامسا فتهلك

Artinya : “Jadilah engkau orang berilmu, atau orang yang menuntut ilmu, atau orang yang mau mendengarkan ilmu, atau orang yang menyukai ilmu, dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka”.

Dengan cinta kepada ilmu, maka dia akan selalu mencari ilmu dan selalu ingin bersama dengan ilmu. Seperti orang yang mencintai, tentu selalu ingin bersama orang yang dicintai. Ada kata mutiara jawa yang mengandung filosofi mendalam, yaitu “sinau kurang, mangan seng wareg, turu seng tanek, nek ndue utang rausah di bayar”. Pertama, Sinau seng kurang (belajar kurang). Jadi, santri harus selalu merasa kurang dalam belajarnya, sehingga dia akan selau belajar, belajar,  dab belajar lagi di setiap saat. Kedua, Mangan seng warek (makan yang kenyang). Sedikit apapun makanan santri, maka dia harus selalu merasa kenyang. Ketiga, Turu seng taneng (tidur yang nyenyak). Sedikit apa pun waktu tidur santri, maka harus selalu merasa nyenyak. Keempat, Nek nduwe utang rausah disaur (kalau punya hutang tidak usah di bayar). Maksudnya, jika ada waktu yang tersita misalnya waktu tidur malam dibuat untuk belajar atau mengaji. Maka jangan balas dendam tidur sepuasnya saat siang hari.

Pengalaman

Pengalaman dalam berbagai bidang, baik agama, sosial, ekonomi, dan lain sebagainya.

Karakter Baik

Seperti bersifat tawadhu’/rendah diri, pekerja keras, solidaritas yang tinggi, dan tangguh dalam menghadapi apa pun.

Jadi, santri jangan sampai melupakan identitasnya sebagai santri dimana pun dan kapan pun itu. Termasuk saat liburan.

Penulis: Sulton Hidayat al-Fadani

Share this post!

adminypmialfirdaus

adminypmialfirdaus

Leave a Reply