Kekerasan Seksual; Haruskah Bungkam dan ‘Tutup Mata’?

PENDAHULUAN

Salah satu masalah sosial yang terjadi pada masyarakat kita saat ini adalah kekerasan seksual. Kekerasan seksual adalah segala bentuk perilaku yang berkonotasi seks yang dilakukan sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya, dapat berupa ucapan, tulisan, simbol, isyarat, dan tindakan (Winarsunu; 2008). Tindakan ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga berdampak pada kesehatan fisik serta psikis dari korbannya. Tak jarang fenomena mengerikan ini masih dianggap sebagai hal tabu oleh masyarakat yang semestinya mendapatkan perhatian khusus, hal itu dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan dari tindakan ini. Kesetaraan gender serta masalah ketimpangan sosial menjadi penyebab utama yang melatarbelakangi tindakan ini.

Sayangnya, tak banyak dari korban yang berani melaporkan kasus kejadian yang dialaminya. Banyak dari mereka yang memilih diam dan bungkam apalagi jika korbannya adalah seorang perempuan. Lantaran diancam oleh pelaku, takut menjadi bahan bualan tetangga atau bahkan takut tidak mendapat keadilan di pihak berwajib. Lingkunganpun seolah tutup mata dan tidak peduli pada korban. Alih-alih mendapatkan dukungan, banyak dari mereka yang malah menyalahkan korban dengan kata-kata; ‘salah sendiri’, ‘makanya jaga sikap dan pakaianmu’, ‘perempuan murahan’, ‘pantaslah pakaiannya aja gitu’, dan kata-kata cibiran lainnya. Mereka menghakimi tetapi belum tentu tahu seperti apa kronologi dari kejadiannya.

PEMBAHASAN

Kasus kekerasan seksual mencengangkan akhir-akhir ini adalah kasus dari seorang anak dibawah umur di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Kronologi kejadian berawal dari korban yang mendatangi posko bencana banjir untuk memberikan bantuan logistik pada Juli 2022 lalu. Kemudian usai menyerahkan bantuan logistik tersebut, korban tidak langsung pulang karena korban dijanjikan pekerjaan oleh para pelaku. Korban dijanjikan bekerja di sebuah rumah makan, sejak saat itu 11 orang pelaku bergiliran memperkosa korban dengan modus yang berbeda-beda, mulai dari menawarkan narkoba hingga ditodong senjata tajam. Setelah beberapa kali korban mengalami kekerasan seksual tersebut, akhirnya pada Januari 2023, korban memberanikan diri untuk menceritakan kejadian ini kepada orang tuanya. Ke 11 pelaku meminta maaf kepada orang tua korban, diantara pelaku tersebut adalah seorang kades hingga brimob. Orangtua korban mengaku mendapat tawaran perdamaian dari para pelaku bahkan ada yang menawarkan iming-iming sebagai permintaan maaf. Tidak hanya itu pelaku yang diduga seorang kades juga meminta perdamaian dan menjanjikan akan menikahi gadis berusia 16 tahun tersebut. Teguh sudah hati orangtua korban, ia lebih memilih para pelaku diadili seadil-adilnya oleh pihak berwajib, ia mengatakan seberapa sakit anaknya mengalami ini tidak bisa dibayar dengan apapun. Kini para pelaku dijerat dengan pasal 81 ayat 2 Undang-Undang RI tahun 2018 tentang penatapan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun.

Kasus lain yang tak kalah mencengangkan datang dari lingkungan pesantren. Jika biasanya pesantren merupakan salah satu tempat untuk memperoleh pendidikan, terutama pendidikan akhlak, maka tidak untuk salah satu pesantren di Jawa Tengah ini. Baru-baru ini media digegerkan dengan aksi seorang kiai yang mencabuli 15 santrinya. Lokasi pesantren tersebut adalah di Pondok Pesantren al-Minhaj Batang. Modusnya dalam mencabuli santri adalah para santri dijanjikan akan mendapatkan sebuah karomah. Kronologi kejadinnya berawal dari sang pelaku (Wildan Mashuri Aman) membangunkan santriwati dan mengajaknya ke sebuah kantin dan tempat kejadian perkara (TKP). Setelah menjanjikan akan memberikan karomah, santriwati tersebut dinikahi tanpa adanya seorang saksi. Usai dinikahi inilah para korban disetubuhi oleh pelaku. Tak hanya menjanjikan karomah, korban juga diberi uang jajan oleh pelaku. Kasus ini mencuat setelah ada beberapa korban yang lapor kepada orangtua mereka. Kini Wildan Mashuri Aman (58) yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jateng akan dijerat Undang-Undang nomor 23 tentang perlindungann anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Dari kasus diatas, speak up menjadi kunci utama bagi korban agar kasusnya ini ditangani dengan benar. Sudah saatnya kita berani untuk melawan akan tindak kekerasan seksual yang terjadi. Bekali diri dengan pengetahuan seksual yang cukup, bekali diri dengan ilmu bela diri, dan jangan mudah percaya kepada seseorang apalagi jika baru dikenal. Selain itu, peran orangtua dan masyarakat sekitar juga sangat penting agar meminimalisisr tindak kekeasan seksual, dengan cara melakukan pengawasan dan peka terhadap sekitar.

SIMPULAN

Kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi di Indonesia adalah kasus dengan korban di bawah umur dan korban perempuan, walaupun tidak bisa dipungkiri ada juga korban laki-laki dari kasus ini. Solusi yang tepat untuk menangani kasus ini adalah memberikan edukasi seks dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya berani speak up, dengan begitu kasus tersebut bisa langsung ditangani oleh pihak berwajib.

Share this post!

adminypmialfirdaus

adminypmialfirdaus

Leave a Reply