Kilas balik ketidakadilan Kemenag selama Covid-19

Pada tahun 2021, Indonesia masih menempati angka persebaran Covid-19 tertinggi selama periode pandemi berlangsung. Terhitung hingga 24 November 2021, sebanyak 4.254.443 orang terkonfirmasi positif Covid-19.

Pandemi tersebut tentunya berimbas pada berbagai aspek, salah satunya yaitu aspek ekonomi. Meskipun menurut data BPS menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada triwulan keempat sebesar 5,02 persen, namun hal itu tidak lantas menghapus angka PHK yang menembus 127.085 orang pada tahun 2021.

Tingginya kasus PHK selama Covid-19 tentunya berimbas pada kesejahteraan ekonomi tiap rumah tangga, permasalah tersebut juga dirasakan oleh beberapa mahasiswa yang datang dari keluarga terdampak pandemi.

Kementerian agama merupakan salah satu lembaga pemerintahan yang melek akan isu yang hadir saat pandemi berlangsung. Salah satu bentuk kepedulian yang diberikan yaitu bantuan keringanan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan bantuan kuota selama PJJ (pembelajaran jarak jauh) yang ditujukan untuk mahasiswa di bawah instansi naugan Kemenag.

Namun demikian, terdapat beberapa mahasiswa dari universitas-universitas tersebut menyuarakan bahwa masih terdapat ketidakmerataan bantuan yang dijanjikan oleh Kemenag sebagai bentuk keringanan kepada mahasiswa yang terdampak Covid-19.

 Hoerul Anam, salah satu mahasiswa universitas islam negeri mengatakan bahwa dirinya tidak mendapatkan bantuan kuota sama sekali selama pembelajaran daring berlangsung.

“Gak pernah dapet sama sekali sejak online dari awal. Padahal nggak ketinggalan info, isi angket juga sesuai.” Ujarnya saat diwawncarai secara langsung (10/3/23). Ia mengungkapkan kekecewaannya sebab tidak mendapatkan bantuan sepeserpun dari program yang dijalankan oleh Kemenag selama pandemi.

Serupa dengan permasalahan tersebut, Aflah mengeluhkan waktu pemberian bantuan yang tidak sama dengan teman mahasiswa yang lain.

“Dapet bantuan (kuota) selama 4 bulan, harusnya 6 bulan. Gak adil, harusnya dibagi rata. Harus (sesuai) porsinya, kalau 6 bulan ya full.” Papar NA saat diwawancarai. (10/3/23)

Realita tersebut menuai kritikan terutama dari kalangan mahasiswa, pasalnya dalam laman website milik Kemenag sendiri menyatakan bahwa bantuan paket data PJJ untuk mahasiswa berhasil direalisasikan sebesar Rp52.445.346.000 dimana angka tersebut dinilai kontradiksi dengan kejadian yang ada di lapangan.

Kisruh mengenai UKT juga turut hadir di tengah persoalan tidak meratanya bantuan kuota internet. Dian Rohmawati, salah satu mahasiswa perguruan tinggi islam negeri, menyuarakan opininya mengenai bantuan keringanan UKT pada semester gasal 2021/2022 dalam wawancaranya dengan kru IDEAPERS.COM (3/7/21).

Ia mengatakan bahwa, “Keadaan ekonomi, apalagi di tengah pandemi, itu semakin mempersulit. Itu harapan satu-satunya untuk meringankan beban orang tua.”

Menurut Dian, mahasiswa yang tidak mendapatkan keringanan selama kuliah online di semester ganjil lalu merasa dirugikan atas kebijakan keringanan UKT yang hanya 10 persen saja dari kampus.

Menteri Agama mengungkapkan dalam wawancaranya, “Saya menyambut baik dan mendukung sepenuhnya acara peresmian lanjutan bantuan kuota internet dan Bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tahun 2021. Ini merupakan wujud komitmen bersama pemerintah, untuk memastikan proses pembelajaran tetap berlangsung pada situasi darurat, agar tidak terjadi learning loss dan meningkatnya angka putus sekolah/kuliah.”

Sedangkan dari sudut pandang mahasiswa sendiri yang berada di lapangan, ungkapan tersebut justru menimbulkan kekecewaan. Berbagai cuitan mahasiswa kian hadir hingga aksi turun ke lapangan dilaksanakan dengan harapan agar suaranya didengar oleh petinggi kampus.

Tidak hanya sampai di situ, mengutip dari akun atas nama @wahyuutami07, ia menuliskan bahwa prosedur pengajuan keringanan UKT yang terlalu rumit.

“Prosedurnya terlalu rumit, dan potongannya hanya sepuluh persen. Padahal yang kena dampak Covid-19-19 kan semua mahasiswa, tetapi kenapa harus ada persyaratannya.”

Salah satu mahasiswa berinisial BNF kepada Amanat.id juga menguatkan tulisan milik Wahyu Utami, “Pihak birokrasi melampirkan persyaratan-persyaratan yang sulit, namun potongan hanya sepuluh persen. Itupun tidak semua diterima.”

Sangat disayangkan melihat kritikan dan keluhan yang dilontarkan oleh mahasiswa terhadap birokrasi instansi Kemenag yang dianggap menyulitkan bagi mereka selama masa pandemi Covid-19. Padahal, sudah seharusnya sebagai salah satu lembaga pemerintah yang memiliki cita-cita untuk menekan angka learning loss dan putus sekolah untuk memudahkan mereka mendapatkan hak yang seharusnya dimiliki.

Instansi-instansi yang dibawahi oleh Kemenag seharusnya berkaca pada salah satu hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

“Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia orang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barangsiapa yang memberi kemudahan orang yang kesulitan (utang), maka Allah akan memberi kemudahan baginya di dunia dan akhirat.”

Share this post!

adminypmialfirdaus

adminypmialfirdaus

Leave a Reply